Kejadian Tsunami Kota Palu mengingatkanku pada perjalanan menuju Kota Banda Aceh. Di Kota Banda Aceh aku sempat berkunjung untuk melihat secara langsung bekas peninggalan Ombak Tsunami Menerjang Aceh pada tahun 2004 silam. Salah satu bekas terbesar adalah sebuah kapal berukuran raksasa yang terdampar ditengah pemukiman warga.
Kapal ini merupakan kapal PLTD Apung yang berfungsi sebagai Pembangkit Listrik tambahan bagi warga Kota Banda Aceh dan sekitarnya, berat kapal ini sendiri berkisar 2600 Ton. Memang kapal ini tidak sebesar kapal kambuna yang sering membawa penumpang antar pulau, tapi kapal ini membuatku terdiam karena posisinya terdampar sejauh 5 KM dari pesisir pantai.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kapal dengan berat 2600 terdampar sejauh 5KM dari pesisir pantai. Berapa tinggi ombak tsunami tersebut sehingga bisa membawa kapal tersebut jauh dari pesisir. Akupun sempat menduga-duga bodi bawah kapal sendiri memiliki tinggi kurang lebih lima meter, mau tidak mau ketinggian air harus lebih dari 5 meter, jika tidak kapal akan kandas. Belum lagi otak-ku berfikir jika air setinggi 10 meter saja pasti takan mampu mendorong beban kapal seberat 2600 ton hingga 5 KM ke daratan.
Sudah pasti kapal sebesar ini, menjadi mesin penghancur bagi bangunan yang dilintasinya. Akupun semakin terdiam..
Kapal ini merupakan saksi bisu keganasan Ombak Tsunami Aceh tahun 2004 silam. Kapal ini sendiri tidak pernah digeser sekalipun, tanah pondasi kapal sendiri tidak pernah dikeruk dan semuanya masih sama seperti saat pertama kali kapal tersebut terdampar, hanya sekitar lokasi kapal yang diperbaiki dan dibuat sebagai tugu peringatan.
Akupun sempat bertanya kepada petugas penjaga lokasi tersebut, apakah ada korban yang tertimpa oleh kapal tersebut. Ternyata petugas penjaga lokasi mengatakan kepadaku, tidak ada yang mengetahui hingga detik ini ada apa di bawah kapal tersebut, apakah ada korban atau tidak karena kapal tersebut berukuran sangat besar, jika dilihat dari ukurannya yang begitu besar kemungkinan ada korban yang tertimpa di bawah kapal tersebut. Namun petugas penjaga lokasi tetap memberikan saran kepadaku untuk mendoakan para korban yang tidak selamat sebelum menaiki kapal tersebut.
Yup kapal ini bisa dinaiki oleh pengunjung, tidak ada larangan sama sekali. Dari atas kapal kalian bisa melihat leluasa 360 derajat Kota Banda Aceh tanpa ada halangan sedikitpun. Kunjungan sendiri tidak ada batasan waktu, namun jika jam sholat sedang berlangsung, maka petugas penjaga lokasi memperingati para pengunjung agar segera keluar dari lokasi tersebut. Yup di Kota Banda Aceh jam sholat sangat dihargai sekali, sehingga semua aktifitas keramaian diwajibkan stop / tutup sementara saat jam sholat berlangsung.
Melihat bekas peninggalan Tsunami Aceh tersebut akupun makin tersadar, seberapa kecilnya aku jika dibandingkan dengan tinggi ombak tsunami tersebut.